Monday, December 11, 2023

Siapa Yang Mengatur Hidupmu?

Aku lagi jalan turun tangga di MRT tunnel Bundaran HI saat di ujung mata aku melihat iklan besar tertempel sepanjang dinding. Dengan tulisan biru, besar dan tebal tertulis, "Jodoh udah ada yang ngatur". Pikiran ini langsung mencetus dalam nada sinis bahwa copy itu cuma 

that the person ordering all things might not look so keenly on you.

Tergantung siapa dulu yang ngatur.

Kalau yang ngatur sayang sama kamu dan mau memberikan yang terbaik buat kamu, dia akan melakukannya. Kalau sang pengatur nggak suka kamu, nggak nganggep kamu ada, ya dia nggak akan ngaturin.

Melihat situasi ku yang sekian puluh tahun selalu single, sangat mudah untuk menganggap bahwa Allah tidak peduli akan doa ku untuk ketemu seseorang yang spesial, untuk berkeluarga. Tapi dalam status sendiri ku, aku merasakan proses yang begitu lembut dari Allah.

Ia mengubah hatiku: Ia mengganti sumber sukacitaku dari imajinasi masa depan yang indah, jadi sukacita karena Allah memanggilku milikNya. Sukacita yang tidak bisa diubah kondisi, yang tak bisa diambil dari ku karena Allah sendiri yang memateraikannya dalam hidupku lewat roh kudus.

Terima kasih Tuhan Yesus, terpujilah namaMu!

Jadi semalam di tempat tidur, roh kudus mengingatkan aku untuk memandang kepada Allah dalam kebenaran-Nya. Seperti di Yesaya 26:3,  

"You will keep in perfect peace 
those whose minds are steadfast, 
because they trust in you."

Pikiran yang teguh Engkau jaga dalam damai karena mereka percaya pada Mu - kalau aku translate sendiri.

Allah seperti apa yang aku percaya? Allah yang tertulis dalam Alkitab. Allah yang telah menyatakan dirinya pada Musa di Exodus 34:6 dan menyatakan bahwa Ia adalah, "The Lord, the Lord gracious, slow to anger, and abounding in lovingkindness and truth"

Maka aku mempercayakan urusah jodoh pada Allah yang penuh kasih, sabar, penuh dengan kasih setia dan kebenaran. Pada Allah yang telah memeteraikan aku sebagai miliknya untuk selama-lamanya. Pada Allah yang telah membuktikan kasihNya dengan memberikan kehidupan sempurna-Nya buat aku yang tidak sempurna dan banyak salah.

Kalau itu saja sudah Ia lakukan buatku, apalagi yang lain-lain (Roma 8:32). Itu mudah buatNya. Aku nggak bisa gagal fokus. Terus muliakan Dia dalam pikiran dan perasaanmu, Jo.

Thursday, June 3, 2021

Ya udah lah

I see fireworks, you don't. Will you let me know if I'm seeing things?

You see just another stack of paper. I see a potentially beautiful book. I guess I am seeing things.

Bigger, clearer, more beautiful than you can.

Maybe you'll see it in other things, maybe not now, or not with me.

And that's okay.

We can look towards other things and move away from each other towards things that are beautiful to us.

Maybe you'll look back to this and think, well that was something beautiful I couldn't appreciate at the time. Or maybe the beauty you'll hold then will make you forget everything else. Either way, it was something for me and I'll remember it. A whole book of it.

Thursday, April 8, 2021

Silly men make good friends

Kinga Cichewicz on Unsplash



I invited a silly man into my life. He walked into my living room and rearranged the furniture like it was his. I told him to stay in his corner but he wanted to sit on the sofa by the window. 

"I like to see the view. You have a nice one here," he said as he made a cup of cocoa for himself, in my kitchen with my favorite cup. I let him be, maybe one day this whole place will be his.

"Oh no, I don't want it," he replied when I asked. "I'm just visiting."

"Oh? Then you've overstayed your visit." I took my favorite cup from his hands and ushered him out. 

He smiled and nodded. He didn't think there was anything wrong or weird about it. It was just how most visits ended anyway.

Without him the room felt much bigger but gloomier, lonelier. I guess I got used to sitting on the sofa to watch the view with a cup that wasn't my favorite. I do have a nice view.

It took a month to rearrange my living room. Not to how it was back then, no. I realize I had put too much importance on my work desk and my computer chair. It was blocking the sun in the morning. I also had neglected the phone. So I called my girlfriends, invited them over. We watched movies and talked perfumes, art, music, everything but boys.

One afternoon, I finally opened my front door. He was sitting right there, the sun shinning right behind his face. He smiled and pointed at the sunset, "you have a nice view here too."

I'll sit by him, at my doorstep and watch the sun goes down. 

He's not going in but we can chill out here. The breeze is nice, anyway. 

Maybe this is how silly men make friends or maybe I'm the silly one.

Thursday, October 12, 2017

Sepasang Mata Yang Ku Curi (1 & 2)

Pic by James Sutton


Aku jatuh cinta dengan engkau yang pandai melihat karena mata kau ada empat.

Hari itu kau lihat penjahat yang mangkir. Lihat dia berubah jadi penjilat yang mahir. Lalu opini kau yang berjilid-jilid seperti ensiklopedia mulai kau bacakan. Di sela-selanya terselip omong kosong waktu-waktu ku bisa bernapas. Lalu seperti jemu kalau tak sibuk, mata kau yang ada dua pasang itu mulai melirik ke utara, ke selatan, lalu ke timur dan ke barat. Kau lihat apa lagi, kau cerita apa lagi.

Semakin panjang saja volume buku-buku opinimu. Lagi-lagi ku buatkan kau lemari untuk menaruh bongkahan kertas-kertas itu. Beberapa ku ambil dan ku tumpuk jadi meja. Lalu tahun berikutnya, ku kumpulkan dan ku jadikan tangga. Kini kamar kau dan aku ada di ujungnya seperti kastil di atas bukit. Kau bisa melihat semakin jauh, semakin luas... Dan aku janji ganti tembok dengan buku-buku kau.

Satu malam, saat langit berawan dan bulan tertutup sinarnya, diantara esai bola dan naskah politik kau, aku curi sepasang mata kau. Ku sembunyikan dibalik tumpukan sajak Aan Mansyur. Biar bapak itu yang menjaganya. Mata kau yang kini tinggal dua menatap ke depan ke arahku. Kau bilang kau tak bisa melihat. Lalu ku kecup pelupuk matamu, kiri dan kanan. Mereka tertutup dan terus tertutup saat ku mengecup alismu yang berkerut. Saat bibirmu bergerak, dan satu cerita mulai tertulis, ku kecup bibir kau. Aku tak ingin buku tentangku. Ku kecup bibirmu sampai jemari kau bergetar. Sampai mata kau terbuka dan tajam tatapan kau pada ku.

Diatas buku-buku terbuka dan selimut kata-kata kau akhirnya berhenti membaca. Mulai merasa sampai a-b-c berserakan di lantai, lebih dalam sampai kertas bercoret menjadi bersih, sampai lebur huruf-huruf jadi tanda seru. Aku tak ingin titik dan kau berikan koma. Lalu kita berasteriks sampai tanda pagar melompat-lompat, kurung terbuka dan menutup, dan a pun berkeong. Jilid demi jilid kau janji ganti buku dengan tempat tidur.



***


Lalu apa jadinya dengan mata kau yang sepasang itu. Yang disimpan oleh tangan penuh garis milik penulis puisi tua. Mata itu bergerak, melihat ke utara, ke selatan, lalu ke timur dan ke barat. Lalu ia berhenti, ia berhenti menatap kita. Berdua di atas kasur kapuk yang sederhana, terlindung diantara tumpukan bata dan semen, yang tergoda oleh hangat tubuh kekasihnya.

Mungkin kakek itu akan meminjam mata kau. Dan ia akan menulis sajak-sajak biadab tentang kita, tentang sepasang binatang kepanasan di tengah musim kawin. Puisi itu akan dibacakan di pernikahan kita di mana para undangan akan serempak tersedak duri ikan mas. Ibuku akan pingsan dan Ayah kau akan menggeplak kepala kau. Kakek itu akan tertawa, sampai copot dua bola mata pinjamannya.

Secepat kilat kau dan aku akan berlari keluar. Tertawa kita masuk burung biru yang menerbangkan kita ke kastil kecil diujung bukit bertangga buku, tempat aku mencuri mata kau. Ku kembalikan, pertemukan lagi kedua pasang mata jadi empat. Mereka akan melihat ke utara, ke selatan, lalu ke timur dan ke barat. Bibir kau akan bercerita dan aku takkan mengecupnya. Kembali buku-buku tebal akan bertumpukan. Jilid demi jilid. Jadi lantai, jadi tembok, jadi pigura foto pernikahan kita. Tapi nanti malam, saat langit berawan dan bulan tertutup sinarnya, kau gadaikan buku-buku itu dan ganti jadi tempat tidur.

Monday, June 29, 2015

Cinta Itu Sejenis Penyakit



Ada orang yang kamu sayang sampai-sampai kamu menertawakan dirimu sendiri. Dia yang membuatmu merasa malu, mungkin-mungkin juga bodoh karena telah menjerumuskan dirimu ke perasaan yang sampai sekarang belum mau kau akui.

Ada juga yang mencoba dan mencoba dan mencoba untuk meminta sayangmu. Kamu tau dia di samping sana tertawa mendengar tawamu. Sayangnya kamu tidak akan membiarkan lidahmu menyebut namanya.

Lalu, ada orang yang menyusup ke hati kamu lewat tawa. Dia yang sebenarnya tidak bermaksud untuk menyentuh sisi lembutmu, tapi karena tawa yang berhasil mereka pancing, akhirnya kamu biarkan hatimu berharap.

Sampai saat ini kamu belum bisa menyetujui novel-novel romansa yang jadi santapan harianmu saat masa sekolah. Butterflies in my stomach, hati berbunga-bunga, pikiran melayang dan tongue tied. Lucu kata-kata yang mereka gunakan untuk menggantikan sakit perut, sesak nafas, mumet dan kebodohan sementara. 

Kalau teorimu benar, cinta lebih mirip dengan sejenis penyakit yang akan diderita semua orang. Seperti cacar air sekali seumur hidup, atau batuk pilek setiap pergantian musim. Jika ada vaksin kamu akan mengambilnya untuk mempersiapkan hatimu dari ketidakjelasan menunggu, memohon dan bermimpi. Tapi kamu paling malas pergi ke dokter, apalagi hanya untuk sekedar konsultasi dan suntikan nasehat.

Jadi kamu bertekad menjadi seorang pemberani, sampai sakitnya menjadi-jadi dan kamu merayap ke rumah sakit minta transplasi hati, atau sekedar cuci darah.

Wednesday, May 6, 2015

Si Buta yang Sok Tahu

Definisi sok itu aku
Pura-pura menjadi
Melupa padahal merindu
Jika ini tentang kita
Kamu sok buta
Menerawang walau jelas

Lihat!
Bahkan karang pun menipis
tertampar dera ombak
Bukan sok lemah,
Tapi semua orang tau
hati metafora lebih mudah
teracuni dari hati biologis

Perhatikan!
Sakit patah tulang pun
Tak bisa menyamai sakit darimu
Bukan sok kuat,
Terpikir relakan satu rusuk
Trak! Gadai sakit
Demi sesosok kesempurnaan

Tapi puisi ini pendek
Sependek penggaris 5 senti
Bukan sok kalkulatif,
Di kali tambah kurang bagi pun
Angka kita tak sama
Kenapa kita paksa naik kelas
Toh buta pun nyaman

The intended vibe to read this to:
https://soundcloud.com/trapmusic/urban-cone-come-back-to-me-ft

Thursday, March 26, 2015

Puisi Masa Sakit

Hormon
Baca sesuatu terus sedih
Nonton tv marah-marah
Senyum liatin tembok
Terus ngatain diri sendiri
Nyanyi lagu patah hati
Ngakak mandang cermin
Tulis puisi galau
Akhirnya jijik sendiri

Emosi gue hari ini
puisi masa sakit
naik turun ombak
roller coaster hormonal
Bakar bunga di padang
Nangis cium aspal
Burung walet mati
Ketabrak gue
meraih mimpi

Mati semuanya mati
binatang pun mengerti
untuk tinggalkan wanita
pada masa PMS
Kenapa lo nggak
tinggalin gue juga
Pergi plis pergiiiii
atau gue potong
tali jembatan 
persahabatan amis