Showing posts with label cerita. Show all posts
Showing posts with label cerita. Show all posts

Wednesday, January 28, 2015

Catatan Jomblo: Tukang Cetak Mainan



Pernah bikin cetakan resin? Ini adalah pekerjaan saya sehari-hari. Melumuti mainan-mainan plastik dari Amerika dengan lem kaca, menunggu mereka kering lalu melepaskan lapisan lem ini dengan hati-hati. Hasilnya, cetakan mainan gaya export kualitas lokal. Mungkin kamu nggak familiar dengan prosesnya, tapi kalau kamu pernah batal PDKT... ya rasanya sama kaya gitu.

Gini, waktu kamu PDKT, kamu berusaha mengenal setiap lekuk karakter 'calon' kamu. Nggak jarang perasaan juga ikut nyampur disana. Pasti lah! Orang kerjaan tiap menit adalah mengobservasi makhluk itu, mikirin cocok nggak-nya kalian. Tentu semakin lama, hati kamu bakal semakin pengen nempel ke dia. Kamu kayak lem kaca, dia mainan yang mau kamu peluk.

Semakin lama kamu berdiam mengerubungi dia, kaya lem kaca, kamu bakal mengering. Bentuk kamu akan berubah ngikutin bentuk dia, keinginan kamu akan persis dengan keinginan dia. Dan ini jadi masalah saat yang dia inginkan bukanlah kamu.

Sebuah tangan lain, tangan alien, tangan dari luar antariksamu, akan pelan-pelan ngelotokin semua bagian kamu yang nempel ke dia. Sakit awalnya, terakhirnya kosong. Kopong karena yang selama ini kamu ikuti, yang selama ini kamu jadikan inti hatimu udah hilang.

Alasan kamu untuk membentuk diri pun nggak ada artinya. Sekarang kamu mikir, gimana caranya ngilangin bentuk ini dan kembali ke bentuk awalmu? Karena sekarang rasanya itu nggak mungkin.

Friday, December 19, 2014

7/30: Surat Ngidam Coklat


Aku suka kamu seminggu dalam sebulan.

Saat bajuku menandakan pelebaran tubuh walau hanya beberapa centimeter. Saat hatiku penuh rasa sayang yang lebih panjang dari Jalan Kasih Ibu. Saat tempratur tubuhku melonjak beberapa derajat dari hari-hari biasanya. Di 7 hari itu aku merasa lebih wanita dari hari-hari yang lain, dan kamu adalah salah satu alasan kenapa aku merasa seperti itu.

Mereka bilang, wanita lebih kuat menahan sakit dari pada pria. Ini ditunjukan dari senyuman mereka saat menahan tusukan menstruasi, atau dari tawa mereka selepas banjir peluh karena melahirkan. Tapi sejujurnya, kami kuat karena kamu.

Karena kamu mampu melelehkan rasa yang lalu turun ke hati. Karena kamu berani di kotakkan, di parut, bahkan di patah-patahkan demi kebahagiaan.  Kamu tau, seharusnya bijimu bisa di kubur, dan bertumbuh hijau dan hidup. Tapi kamu merelakan di gerus, di potong-potong, di sublimkan menjadi benda yang lain. Benda yang bisa aku kangenin seminggu dalam sebulan.

Makasih ya, Cok. Kamu bikin aku waras, 7 per 30 hari.

Dari Karir untuk Leslie

Leslie, hentikan ini, gadis bodoh!

Kamu gila, ya? Dari semua cowok yang pernah singgah ke pikiran kamu, cuma yang satu ini yang berhasil mengusik kamu. Lebih dari jam-jam makan siang, tapi sampai mengantar kamu ke rebahan bantal, lalu membangunkanmu bersama matahari pagi.

Kamu inget kan, kalau kamu nggak suka kelamaan masuk kabut asmara? Kamu bahkan sempet sakit gara-gara mikirin dia! Dia bukan jenis cowok yang seharusnya bisa melakukan ini ke kamu. Kamu nggak suka cowok plin-plan. Kamu nggak suka cowok yang perasa. Kamu nggak suka cowok dengan siklus tubuh nggak keurus kaya dia. Dia bukan tipe kamu, tapi kenapa kamu bisa-bisanya terbawa suasana dan jadi mikirin dia terus?

Kamu belum hilang akal sehat, kan? Kita kan udah janji buat nggak mudah terbawa kata-kata manis. Ya, dia paling jago membual dan memutar balikan fakta lewat kalimat-kalimat minyakannya itu. Sesekali dia tampil jujur, tapi itu juga saat kalian nggak bertatap wajah! Kamu nggak pernah liat dia benar-benar menunjukan rasa sukanya ke kamu. Kamu nggak tau apa yang sebenernya dia pikirin tentang kamu.

Kamu tau kan banyak cowok yang lebih baik dari dia? Kamu tau kan kalau kamu bisa punya pilihan lain? Tapi kalau dipikiranmu itu cuma ada pacar imajinermu itu, saat pria lain datang dan menunjukan hatinya ke kamu, apakah kamu akan menyadarinya? Menyadari bahwa ada pilihan yang lebih baik?

Kamu nggak kesepian, atau di kejar waktu. Kamu bisa mengambil option apa aja. Jadi, option apa yang mau kamu pilih? Dengan dia, kamu akan menikah dalam 2 tahun, punya anak, dan mungkin kerja bareng sama dia. Kalian bisa jadi tim yang baik. Dan kamu bilang, toh, kalian suka hal-hal yang sama. Tapi… kalian punya mimpi yang sama nggak? Ah, aku lupa kalau kamu belum benar-benar yakin akan mimpi kamu sendiri.

Susah, ya? Aku disini mau mendukung kamu, Les. Aku melontarkan semua kontradiksi ini juga demi kamu. Jika kamu beneran akan jatuh hati sama dia, dan bukan sama aku, setidaknya aku tidak mau gugur tanpa bertarung. Aku nggak bisa bilang kalau aku pilihan yang lebih baik dari pada dia. Tapi kamu udah kenal aku lebih lama. Kita udah menata hidup bersama. Lama sebelum dia menerobos ruang meeting dan menyita semua perhatianmu.

Aku cuma ingin kamu berpikir jernih terutama soal cinta-cintaan ini, lalu bandingkan dengan sejuta hal lain yang bisa kamu selesaikan jika kamu tidak jatuh cinta. Itu saja. Aku hanya bisa menitip pesan lewat huruf-huruf digital. Kata-kataku pun tak bisa mengembang di udara, masuk ke telingamu, apalagi menghancurkan patung-patung berwajah pria itu di ruang imajinermu.

Leslie, akan tiba waktunya kamu harus memilih antara aku atau cowok. Nggak harus dia, pria lain pun termaksud. Saat waktu itu tiba, aku mau kamu yakin dengan pilihanmu. Alangkah baiknya jika cowok itu akan tetap mengijinkan kita bersahabat. Tapi, itu pun semua terserah kamu. Toh aku hanya kutukan buat kaum Adam, dan dambaan kaum Hawa feminis.

Wednesday, April 23, 2014

Sax and Scat



"Kalau begini caranya, kapan saya bisa melupakan kamu?" dia berbisik, menyampaikan pesan ke angin dibalik jendela basah mobilnya.

Setiap kali langit jakarta bergemuruh membawa rintikan hujan, Reza hanya bisa mendengus kesal, menjatuhkan bahunya satu centi lebih dekat dengan tanah. Kelipan lampu-lampu jalanan yang tercermin di aspal basah membawanya ke masa itu.

Dulu, hujan dimalam hari adalah waktu-waktu ternyaman baginya. Dengan tenang, lelaki ini akan menyalakan CD jazz favoritnya, sambil menyenandungkan not-not miring buatannya sendiri. Seakan ia pemain saxaphone handal. Wanita cantik disampingnya akan ikut bernyanyi, "babe, it's scat" gumamnya yakin. Cuaca seperti ini membuat mereka terlihat seperti pasangan yang paling harmonis. Saling beradu melodi, saut menyaut irama.

"Keterlaluan kamu, Rez.." keluh wanita itu suatu malam. "Aku sudah menunggumu selama 3 tahun, ternyata mimpi naifmu masih saja kau kejar." Di bawah rona senja, Reza baru saja mengutarakan pikirannya yang selama ini ia pendam. Ia tahu, sudah lama ia menjanjikan pernikahan. Ia berjanji, setidaknya pada dirinya sendiri, bahwa di malam pertama ia mendapatkan tawaran bermain saxaphone di cafe manapun, ia akan melamar Dilla. Tapi, setelah 3 tahun tanpa pembahasan tentang pernikahan, Dilla lelah menunggu.

"Kau urus saja hatimu, Rez. Aku akan mengurus hatiku sendiri." Itu kata-kata terakhirnya. Tanpa pesan sampai jumpa, tanpa tengokan kebelakang. Ia berjalan keluar dari restoran, rambutnya yang panjang berkibas ke kiri dan kekanan. Reza yakin, Dilla tidak menangis malam itu. Mereka dua orang dewasa, telah mengenal pahitnya patah hati. Keputusan ini pun bisa diprediksikan sejak awal hubungan mereka. Siapa yang harus terkejut?

Nyatanya, 3 tahun kemudian, di tengah malam gerimis kota jakarta. Reza terkejut. Ini malam pertamanya bermain saxaphone di sebuah cafe kecil. Seharusnya ia menikmati kesempatan ini. Seharusnya ia bermain saxaphone dengan segenap kuatnya. Seharusnya ia meniupkan melodi-melodi miring yang selama ini hanya dimainkan untuk satu pasang telinga. Seharusnya ia tidak berhenti bermain saat bayangan Dilla muncul lagi di pikirannya.

Mungkin dia lah yang seharusnya Reza perjuangkan. Bukan musiknya, bukan impiannya. Namun kebahagiaan Dilla, hidup bersama Dilla. Ah, kini semuanya tinggal penyesalan. Reza menyalakan mesin mobilnya, dan bersiap keluar dari parkiran.

Tuk tuk tuk.. Ketukan halus terdengar dari jendelanya. "Kamu lupa mengambil bayaranmu.." suara lembut itu teredam lagu rock di radio. Reza menurunkan kaca jendelanya dan meminta wanita itu untuk mengulang kata-katanya. Namun, jari-jari lentik itu hanya menyodorkan sebuah amplop putih kearahnya. Cincin pernikahan di jari manisnya.

"Oh, minggu depan saja.. saya tidak bermain bagus malam ini," kata Reza lugas. Namun wanita itu telah berbalik arah, masuk kembali ke cafenya. Amplop itu tergeletak tenang di pangkuan Reza. Diatasnya tertulis, '3 Tahun' dengan guratan pena yang cukup familiar.

Reza menengok kebelakang. Wanita itu berjalan tegap menuju cafenya, rambut panjangnya berkibas ke kiri dan kekanan. Tangan berhiaskan cicin pernikahan itu mematikan lampu 'open' lalu mengunci pintu dimasuk dibelakangnya.

Mereka pikir, sebuah hubungan bisa berakhir dengan kata-kata, dengan persetujuan dua belah pihak. Tapi siapa yang harus terkejut, saat hati mengingat kembali rasa yang lama ia rindukan?

Monday, December 30, 2013

Dua Puluh Lima Tahun

Rintikan hujan malam ini sukses membuatku mengingat dirimu. Inilah melodi favoritmu yang ingin kau dengar saat memejam mata, sampai membuka mata lagi. Dari semua pria yang kukenal, cuma kamu yang mahir mendramatisasi hidupmu sendiri, plus dengan penuh bangga menceritakan imajinasi-imajinasi tak penting tersebut kepadaku. Termaksud impianmu untuk terlelap di tempat tidur berkelambu, atau menari waltz di stasiun kereta tua, juga meminum cappucinno sambil mengenakan kimono sutra dan memandang matahari terbenam. Ya, semua bayangan sentimentil itu.

Tawamu yang rusuh terdengar dari ujung sofa. Entah sudah berapa lama kamu tak mengenggam tanganku hangat. Masihkah kau ingat, malam natal saat kita terjebak diluar rumah tanpa kunci? Salju sudah menebal menutup betis, dan kamu memutuskan untuk menggiring aku ke tengah jalan raya yang kosong. Setidaknya, mesin pengeruk es baru saja menipiskan lapisan salju, hingga jalanan bisa lagi dilalui mobil-mobil. Pukul dua dini hari, kita berjalan melawan kantuk, ditemani kuning temaram lampu jalanan yang dipantulkan halus oleh salju. Kau membuka sarung tanganku perlahan, lalu menarik tangan kiriku masuk kedalam saku kanan mantelmu. "Lebih hangat, kan?" tatapan lembutmu membuat pipiku merona seketika. Kau mengencangkan genggaman tanganmu dalam saku, lalu mengaitkan panas ke setiap ujung-ujung jariku. "Hmm.." adalah satu-satunya balasan yang bisa aku keluarkan. Ah, waktu itu memang aku tergila-gila denganmu. Apapun yang kamu katakan, apapun yang kamu lakukan bisa melumpuhkan setiap kekuatanku dalam berkomunikasi. Untungnya aku masih bisa membalas pandanganmu. Jika tidak, mungkin kau tak akan pernah mengerti arti tiap 'Hmm' dan 'Umm' yang kugumamkan. 

Kini embun es mulai mencair dari jemariku. Mulailah terasa tiap goresan ibu jarimu, hentakan pelan telunjukmu saat kita melangkahkan kaki, tiap gesekan kain jaketmu dengan bagian belakang tanganku. Aku mulai tak fokus dengan pembicaraan kita, tak fokus juga dengan salju tipis yang turun perlahan diatas jalanan kosong ini. Aku mulai salah tingkah diganggu tarian jari-jarimu di antara genggamanku yang mulai lembab berembun. Tarik sekarang sebelum kamu terbuai, lirih batiku. "Bagaimana caranya kita bisa masuk rumah lagi?" dengan sergap ku lontarkan kalimat sebagai pengalih perhatian saat aku menarik tanganku keluar dari kantong jaketmu. Kau bengong menatap aku yang kini sibuk memasukan tanganku kembali ke sarung tangan. Tanpa banyak tunggu kau ambil kedua tanganku, membuang sarung tangan ke lantai salju, dan mencobloskan keduanya kesaku mantelmu. Tatapan kesalmu seakan berteriak; nikmatilah waktu ini, jangan terlalu memusingkan kunci!

Kamu tau, pukul dua pagi itu, disaksikan lampu lalu lintas yang berkedip kuning, aku benar-benar jatuh hati kepadamu.

Tawamu mengembalikan aku dari dunia memori. Kau kini sibuk menonton TV, bercanda ria dengan orang asing dibalik layar kaca. Genggaman mu kini hanya kau berikan pada kotak hitam bertombol putih dan abu-abu. Tak lagi kita bicara tentang angan-angan setimentilmu. Apalagi menertawai mereka, sambil kau menarik tanganku untuk beradu gulat. Tak lagi kau menghunusku dengan tatapan kesalmu, atau menaruh rona di pipiku dengan tatapan lembutmu. Mungkin orang lain akan berkata, cintamu telah pudar buatku. Namun, aku cukup senang saat kau berdeham menghentikan tawamu, lalu menyodorkan remote TV kepadaku. Seakan berkata; nikmatilah waktu ini, jangan terlalu memusingkan masa lalu!


-- untuk Ayah dan Ibu,
Untuk cinta yang sederhana, yang memahami isi hati lebih dari aksi heboh pengutaraan cinta.
Untuk kasih yang membumi, yang menunjukan asli rasa lebih dari kembang api yang lekas padam.
Untuk sayang yang tulus, yang berhasil membawa 3 jiwa lahir dan berkembang membentuk mimpi tuk memiliki cinta yang sama. 

Terima Kasih, pernikahan kalian adalah hal terbaik yang bisa kalian berikan kepadaku.